Seorang turis tampak menunggu angkutan umum di tepian jalan. Sudah
begitu lama ia menunggu angkutan yang bertuliskan lokasi tujuannya.
Tapi, semua angkot, begitu orang menyebutnya, yang melewatinya tidak
memajang dari dan kemana tujuannya. Ia hanya mendengar teriakan sang
sopir dengan satu kata yang diulang-ulang: terminal, terminal, dan
terminal!
Untuk kali berikutnya, turis yang sama tampak kebingungan ketika
sopir sebuah angkot memintanya turun dari angkutan umum yang ia
ditumpangi. Permintaan itu tampak wajar karena para penumpang yang lain
sudah terlebih dahulu turun dengan sedikit pun tidak menunjukkan
keberatan.
”Turun mister, kita cuma sampai sini!” tegas sang sopir sambil
menoleh ke arah sang turis.
”Tapi, tujuan yang tertulis kan masih jauh?” ucap sang turis
mengungkapkan kebingungannya.
”Jangan percaya yang tertulis, Mister! Kan tadi saya bilangnya cuma
sampai sini!” sergah sang sopir sambil memutar balik angkotnya.
Mendengar itu, sang turis yang akhirnya terpaksa turun pun kian
dibuat bingung. Mana yang harus dipegang di negeri ini: yang tertulis
atau yang diucapkan?
**
Menjadi pemandangan biasa di negeri ini adanya budaya ketidakcocokan
antara yang tertulis dengan yang diucapkan. Ketika sebuah layanan jasa
menuliskan pengumuman ’Tidak Memungut Biaya Apa pun!’, tetap saja orang
akan membayar jika sang petugas meminta.
Masyarakat negeri ini seperti sebuah komunitas desa besar yang lebih
berpegang pada ucapan daripada yang sudah tertulis dalam aturan dan
laporan.
(muhammadnuh@eramuslim.com)
Sumber : http://www.eramuslim.com/hikmah/tafakur/ucapan.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar