Tujuh puluh lima persen bagian dari bumi kita dilingkupi oleh air.
Demikian pula tubuh kita, sepertiganya diisi oleh air. Dalam aktivitas
keseharian kita pun tak luput dari peran penting air. Mulai dari mandi,
memasak, minum, bercocok tanam, dan kegiatan lainnya. Tanpa air, semua
kegiatan itu tidak akan dapat dilakukan.
Namun, di balik
kemultigunaannya itu, ternyata air banyak menyimpan potensi besar untuk
memusnahkan. Betapa tidak, ketiadaan air dapat membuat orang susah dan
menderita. Kebalikannya, jika keberadaannya berlebihan ternyata dapat
juga menimbulkan bencana besar, seperti banjir dan longsor. Sudah sekian
banyak korban yang ditimbulkan, baik yang ditimpa kekurangan atau
kelebihan air.
Banyak hikmah yang dapat kita petik dari unsur utama kehidupan ini. Salah satu sifat air adalah selalu mengikuti bentuk wadah yang ditempatinya. Namun demikian, kandungan air itu sendiri tidak berubah. Hal ini mengisyaratkan keistiqomahan air dan kefleksibelan air dalam beradaptasi. Seperti itulah semestinya kita. Di mana pun kita berada, kita harus selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan hidup kita dan dapat berinteraksi di dalamnya. Tapi kita juga dituntut untuk selalu memegang identitas kita sebagai seorang muslim. Bahkan lebih jauh lagi, bagaimana kita bisa mengisi lingkungan tersebut dengan nilai-nilai kebaikan.
Siklus air adalah simbol kesabaran atas konsensus alam. Air tidak pernah mengeluh ketika dipanaskan atau didinginkan, bahkan dengan dua kondisi itu ia bisa memberikan manfaat bagi orang-orang yang membutuhkannya. Ia siap menjadi asin, manis, jernih, keruh, kotor, atau bentuk apapun yang alam inginkan, namun ketika saatnya ia harus menguap dan naik ke angkasa ia akan menunjukkan wujud aslinya yang bening dan menyucikan. Begitu pula semestinya kita. Tak peduli apakah berkulit putih, kuning, hitam, coklat, atau berwajah cantik, tampan, atau buruk rupa, pada akhirnya kita harus mampu menunjukkan kesucian diri da hati ketika menghadap Allah.
“Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakanmu.” (Q.S. Al Alaq: 1 – 2)
(Tarbawi edisi 54)
Banyak hikmah yang dapat kita petik dari unsur utama kehidupan ini. Salah satu sifat air adalah selalu mengikuti bentuk wadah yang ditempatinya. Namun demikian, kandungan air itu sendiri tidak berubah. Hal ini mengisyaratkan keistiqomahan air dan kefleksibelan air dalam beradaptasi. Seperti itulah semestinya kita. Di mana pun kita berada, kita harus selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan hidup kita dan dapat berinteraksi di dalamnya. Tapi kita juga dituntut untuk selalu memegang identitas kita sebagai seorang muslim. Bahkan lebih jauh lagi, bagaimana kita bisa mengisi lingkungan tersebut dengan nilai-nilai kebaikan.
Siklus air adalah simbol kesabaran atas konsensus alam. Air tidak pernah mengeluh ketika dipanaskan atau didinginkan, bahkan dengan dua kondisi itu ia bisa memberikan manfaat bagi orang-orang yang membutuhkannya. Ia siap menjadi asin, manis, jernih, keruh, kotor, atau bentuk apapun yang alam inginkan, namun ketika saatnya ia harus menguap dan naik ke angkasa ia akan menunjukkan wujud aslinya yang bening dan menyucikan. Begitu pula semestinya kita. Tak peduli apakah berkulit putih, kuning, hitam, coklat, atau berwajah cantik, tampan, atau buruk rupa, pada akhirnya kita harus mampu menunjukkan kesucian diri da hati ketika menghadap Allah.
“Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakanmu.” (Q.S. Al Alaq: 1 – 2)
(Tarbawi edisi 54)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar